Hunian. Rumah Betang (Agregasi Budaya. Alkimia Arsitektur Dayak demi Fundamentalisme Arsitektur Nusantara)
Abstract
Perang. Perang dunia satu dan dua telah memberikan berbagai macam efek negatif ke seluruh penjuru dunia dalam berbagai aspek. Salah satu aspeknya adalah budaya, dimana budaya luar memaksa masuk dan menggantikan budaya-budaya yang sudah ada, seperti yang telah diungkapkan oleh Rem koolhaas “in 1914, it made sense to talk about a ‘chinese’ architecture, a ‘swiss’ architecture, an ‘indian’ architecture. one hundred years later, under the influence of wars, diverse political regimes, different states of development, national and international architectural movements, individual talents, friendships, random personal trajectories and technological developments, architectures that were once specific and local have become interchangeable and global. national identity has seemingly been sacrificed to modernity”. Sama halnya dengan Indonesia, arsitektur Nusantara telah dikorbankan demi komodernan. Lantas apakah seorang arsitek hanya akan tinggal diam melihat kasus ini? Untuk menangani kasus ini maka sudah tentu diperlukan sebuah upaya arsitektur untuk meresponnya. Sebuah percobaan melalui angan-angan “akan seperti apa arsitektur Nusantara (rumah betang) jika perang dunia satu dan dua tidak pernah terjadi?”, “akan seperti apa arsitektur Nusantara (rumah betang) jika budaya luar masuk dan ditanggapi dengan pemikiran kritis?”. Objek rancangan ini selain bertujuan untuk memvisualisasikan arsiektur Nusantara (rumah betang) sekaligus juga untuk mengembalikan identitas nasional dan fundamentalisme arsitektur nusantara, karena sejatinya kehilangan identitas nasional merupakan kekalahan terbesar yang dapat dialami oleh sebuah Negara.